| hitaM Putih |

hanya beberapa catatan...

Wednesday, September 20, 2006

Sasando (reload)*



Air mukanya tampak sedikit berubah. Bapak Ande berhenti berceritra ketika akhirnya mobil kijang hijau itu mulai nampak di gerbang depan. Kijang dengan plat nomer warna merah; DH 5 itu perlahan masuk ke pekarangan, sebentar lagi sampai di tempat hajatan. Orang yang ditunggu-tunggu sudah datang! Itu berarti Bapak Ande harus segera bersiap. Dengan sigap Bapak Ande menyiapkan semua peralatan yang tadi sudah dicobanya. Sedikit berbisik beliau memberitahukan ke rekan-nya yang lain untuk juga bersiap. Segera semua mereka mengenakan Topi Tii Langga di kepala dan semua siap mulai. Pintu kijang terbuka, dan orang yang ditunggu itu keluar. Berjalan menuju ke tempat hajatan. Beberapa langkah lagi sampai. Dan bunyi-bunyian itu pun mulai.

Gong pertama dipukul Bapak Ande dengan ritme yang tetap. Lalu sedikit lebih cepat dan akhirnya menjdai cepat, diikuti oleh gong yang ke tiga dan empat yang di pukul anak laki-lakinya. Gong lima, enam dan tujuh ikut dibunyikan selaras mengikuti ritme gong yang lain. Akhirnya sembilan gong itupun mulai berbunyi, diikuti bunyi gendang kulit berdentum.

Sesaat kemudian ada bunyi lain terdengar. Seperti petikan senar gitar, namun lebih bervariasi. Bunyi bass dan melodi sekaligus dimainkan. Dipetik. Bergabung dengan harmonisa nada gong yang monoton namun dinamis. Dan tarian pun dimulai.

***

Dari semua alat musik yang dimainkan kelompok musik tradisional-nya Bapak Ande, ada satu alat musik yang terlihat unik. Sasando namanya. Alat musik tradisional dari pulau Rote (Salah satu pulau sebelah selatan Pulau Timor). Alat musik inilah yang tadinya bersuara senar bervariasi itu.

Menurut Deny, satu dari lima anak Bapak Ande yang mahir bermain Sasando, memainkan Sasando tidak gampang. Harus terus berlatih. Karena Sasando mengutamakan Ritme dan feeling bunyi nada yang tepat dari 28 senar yang ada.

Sasando memang punya banyak senar. Sasando dengan 28 senar ini diistilahkan dengan Sasando engkel. Jenis lain; Sasando dobel namanya, punya 56 senar. Bahkan ada yang 84 senar. Cara memainkan Sasando dengan dipetik. Mirip dengan gitar. Hanya saja, Sasando tanpa chord (kunci) dan senarnya harus dipetik dengan dua tangan, sehingga lebih mirip Harpa.

Bagian utama dari Sasando berbentuk seperti Harpa, dengan media pemantul suara terbuat dari daun Pohon Gebang (sejenis Pohon Lontar yang banyak tumbuh di Pulau Timor dan Pulau Rote) yang dilekuk menjadi setengah melingkar. Tempat senar-senar diikat terbuat dari bambu yang keras, penahan senar yang sekaligus sebagai pengatur nada senar juga terbuat dari bambu. Batang bambu itu lalu diikat menyatu dengan daun Gebang yang dibuat melingkar tadi.

Menurut Bapak Ande, yang bukan hanya pemain Sasando tapi juga pengrajin Sasando ini; sampai sekarang hampir semua bahan yang dipakai untuk membuat Sasando adalah bahan asli, kecuali senar Sasando. Saat ini Sasando sudah mulai di modifikasi. Pemantul bunyi dari daun gebang sudah diganti dengan spul gitar listrik yang ditempelkan pada batang bambu ditengah Sasando. Tentu Sasando model ini hanya bisa mengeluarkan bunyi keras dengan bantuan sound system.

Hampir semua jenis musik bisa dimainkan dengan Sasando. Siang itu saja, Deny mampu memainkan musik tradisional, pop, slow rock bahkan dangdut dengan Sasando, menghibur peserta hajatan yang sementara makan siang.

***

Bapak Ande dan 6 anaknya - yang tentunya semuanya mahir memainkan Sasando, merasa kalau kemampuan mereka membuat, memainkan dan mempertahankan Sasando sebagai alat musik tradisional adalah sebuah berkat, bukan sekedar kebanggaan.

Menurut Bapak Ande, tidak banyak lagi orang yang mampu memainkan alat musik ini. Orang-orang tua yang selalu bangga memainkan Sasando bagi anak-anak mereka atau dalam upacara-upacara adat, lengkap dengan topi TiiLangga, pakaian dan tarian adat, sudah banyak yang meninggal. Hilang satu per satu. Generasi muda tak banyak yang tertarik untuk sekedar mengenal apalagi belajar memainkan.

Percaya atau tidak, di daratan Timor saat ini hanya keluarga Bapak Ande saja yang mahir memainkan Sasando.

Bapak Ande sekeluarga berharap orang-orang NTT tak melupakan denting Sasando, harmoni bunyinya bersama gong dan gendang kulit kambing yang selaras mengiringi tarian Kebalai, seperti siang itu. Semoga.
-----------------------
*Tulisan ini saya posting kembali. Sebelumnya pernah saya posting pada blog saya sebelum hitam-putih

Sunday, September 03, 2006

Empty

Paul meletakan ranselnya di sebelah kanan meja, beberapa jengkal dari lemari folder. Siang nanti dia harus berangkat lagi. Menuju timur dengan lima jam perjalanan. Close-to-death-with-speed mate-nya; sebuah motor warna merah, sudah disiapkan dari kemarin. Kali ini speed riding jadi pilihan pelampiasannya!

+++

Tapi Paul pagi ini seperti enggan pergi. Sudah sejak dua hari yang lalu seperti ini. Seperti hilang semangatnya. Seperti ada yang hilang, sejak kejadian itu. Paul dan Lily sepakat untuk berhenti dari komitmen bersama mereka, setelah hampir dua tahun sama-sama.

Paul sadar, paling sulit adalah melewati masa-masa seperti sekarang ini. Ketika kebiasaan dan kebersamaan itu tiba-tiba saja berhenti. Kalau dia tak akan pernah sadar tentang rasa memiliki sampai dia kehilangan. Ini juga bukan pertama kali. Tapi, seperti kehilangan-kehilangan yang lain, Paul selalu saja sulit melewatinya. Seperti pagi ini, dia benar-benar gundah. Sudah dia mencoba untuk melampiaskan perasaan itu menjadi kerja non-stop, bercerita, segala macam. Tapi tetap ada titik, dimana dia berhenti dan akan merasa kosong. So damn empty!

Paul dengan lemas meletakan pantatnya di sofa. Duduk disitu, membuka laptopnya dan meng-klik icon Microsoft Word. Lembar dokumen baru terbuka. Paul sudah meletakan jejarinya di papan ketik, tapi dia tak bisa menulis apapun. Sama sekali.

+++

Paul akhirnya menyambar handphone-nya, cepat-cepat menekan tombol-tombol kecil di key pad. Message, Write Message: can I call u later?, jst need to share :(. Dan segera menekan menu send setelah memilih nomer handphone milik seorang teman. Terus mengait kembali handphone-nya, membereskan laptopnya dan memasukan ke ransel merah-hitam, bergegas menyambar ransel biru-besar dan jaket jeans lusuhnya, memasukan ransel merah-hitam ke ransel biru-besar, helm, melompat ke atas close-to-death-with-speed-mate-nya dan pergi. Kali ini speed riding ke timur jadi pilihan pelampiasannya!