| hitaM Putih |

hanya beberapa catatan...

Friday, November 11, 2005

Jurus anti-stress jatuh cintA

Palu besar itu diarahkan tepat di kepala pria itu!,.. lalu dipukulkan keras-keras.., dia tidak puas hanya sekali. Diayun lagi benda berat itu bertubi..tubi,.. Setelah puas menghancurkan kepala pria itu, sampai seluruh rambut pria itu benar-benar hancur!, tak berbentuk; dia mengambil gergaji mesin yang langsung menyala dan mengarahakan ke leher pria itu. Bunyi gergaji itu mengaung, dan tak pelak; leher pria itu sudah terpisah dari badan-nya. Dia benar – benar geram,.. leher pria itu digergaji berulang-ulang,.. naik ke kepala, telinga. Mata..

***
Marahnya semakin menjadi. Dari gergaji mesin, dia menyambar senjata otomatis dan memberondong wajah pria di depannya itu sampai hitam-hitam berlubang!, dia memberondong lagi seluruh badan pria itu.

“Rasain!. Kamu pikir kamu saja yang bisa jahat sama saya, ha..! Apa kamu pikir saya ini perempuan jadi, enak saja kamu permain kan..setan! Marahnya sudah sampai ke ubun-ubun.

Dia belum selesai. Disambarnya pistol pembakar, dibakarnya wajah pria di depannya sampai hitam legam…

“Kamu kan yang selalu bilang sayang sama saya,.. ha! Sekarang mana buktinya,.. Kamu pikir mantan kamu itu cantik banget, haa.., dasar perempuan jahat!. Kamu juga, dasar laki-laki, pembohong semua!, rasain!. Dia membakar lagi badan pria itu.. dia memalu lagi wajah pria itu,. Dia menembak lagi.. Kali ini dia tidak hanya marah. Tapi juga menangis.

***

Saya teringat satu baris kalimat - yang saya hapal sekali – kalo perbedaan antara orang jatuh cinta dan orang gila itu sedikit saja. Saya bisa melihatnya hari ini. Salah satu teman kantor saya baru saja membuktikan itu. Sebenarnya saya tidak terlalu peduli, sampai saya diberitahu oleh teman saya itu. Semua berawal karena tiba-tiba teman saya itu berubah muram dan tiba-tiba blo’on.

“Shan,.., tolong budget yang kemarin dong, sudah di revisi kan..? Saya berteriak dari box ku. Shanty tak menjawab.
“Shan,.. aku disini, neng.. di box ku,” Saya tahu kalau dia terkejut, dan cepat-cepat menuju box-ku.

“Lu gimana sih,.. ini kan budget yang kemarin. Ini sudah aku revisi. Bukan yang ini, yang buat shelter itu!, yang aku kasih ke kamu, malah aku simpan ke flash kamu kan?”

“Yang mana?”

“Ya amplop!. Kamu kenapa, sih? Dari kemarin salah mulu. Lagi error ya, allllaahh, kalo kerja, ya kerja,.. jangan dulu mikirin dia, bentar juga pasti di jemput kok..” Saya tersenyum genit, menggoda.

‘Udah ah,.. direvisi dulu. Di cek dulu budget code program -nya ya, siapa tahu salah.”, saya bangun dan mengambil mug berisi kopi,.. menyeruputnya sedikit..,
“Besok bisa selesai kan, kasihan anak-anak lagi nunggu revisi itu”, saya meminta dan terus menatap layar komputer. Dia masih berdiri disitu.

“Dan, Dia gak bakal jemput aku lagi..”, nadanya datar.
“Kita udah putus dua hari lalu,..”, dia berbisik dan mulai tersedu. Saya bingung.

***

Apa kalian tidak bingung? Bayangkan kalo ada yang tiba-tiba menangis didepan kamu, di kantor lagi. Saya memang bukan pembujuk sejati,.. bujukan untuk menenangkan pun tak mempan,.. sampai saya ketemu “jurus” ini. Dengan sedikit pelatihan bagaimana cara merubah wallpaper komputer,.. dia sudah bisa balas dendam.. he..he.

_____________________________________________
Ps: Ingin tahu jurus saya?, download jurus anti-stress jatuh cinta Caranya : ganti wallpaper komputer / laptop kalian dengan gambar orang kalian benci dan dobel klik file yang di download!. Have fun; but don’t try this for real ya,.. kasihan! :-)

Sunday, November 06, 2005

Di Semau

Di Semau; orang menjaga air seperti emas. Apalagi ketika matahari Oktober – November terasa dekat sekali dengan bumi. Terik dan perlahan mengeringkan air di hampir semua sumur di Semau. Di pulau yang berpenduduk tidak lebih dari 4000 jiwa ini, air menjadi barang mustika. Dia dicari, ditengarai dan dijaga.

Di setiap sumur masyarakat Semau yang saya dan teman-teman datangi, selalu memiliki “kearifan lokal” sendiri untuk menjaga air itu. Mulai dari pembatasan jumlah air yang boleh diambil untuk masing-masing keluarga, sampai denda dan sanksi “adat”. 2 babi dan 12 ayam berbulu merah bagi yang berani mengotori air sumur. Bahkan ada keluarga khusus yang diminta menjadi “penjaga sumur tertentu” – biasanya adalah keluarga yang tinggal paling dekat dengan sumur - , menjaga sumur bahkan dilakukan setiap hari; “twenty-four seven”.


***

Bagi saya, Pulau Semau - diantara terik dan kering alamnya- selalu menyimpan keunikan tersendiri. Banyak teman yang sering tak mengerti, kenapa saya kerasan untuk melewatkan hampir setiap hari libur saya di pulau kecil ini. Dan kemarin, saya kembali lagi ke Semau.

Semau sama sekali tak seindah Kuta. Dia biasa saja. Tidak ada cottage atau hotel murah, tidak ada travel agent dan ATM, tidak ada telepon, tidak ada listrik, tidak ada jet-ski atau para-sailing, tidak ada kios apalagi shopping mall. Tidak ada toilet, air bersih sulit. Bagi teman-teman yang lain, Semau bukan tempat yang nyaman untuk plesir. Terik dan terlalu jauh dari peradaban. Tapi bukan buat saya dan beberapa teman yang lain. Mungkin juga karena “jauh dari peradaban” itu yang membuat Semau menjadi tempat istirahat yang unik dan nyaman (sekali!).

Paling tidak; di Semau, saya dan teman – teman belajar untuk bertahan apa adanya. Melatih self-control kami, agar tahan menghadapi situasi sesulit apapun. Mencoba survive 2 sampai 3 hari di Semau, dengan “apa yang bisa kami bawa” dalam ransel atau tas kresek, yang biasanya tidak pernah lengkap, selalu ada barang terlupa. Karena selalu saja, ide untuk kembali ke Semau datang tanpa rencana.

Mulai dari tidur malam tanpa alas apapun (damn!; the sky is so amazing!), memasak nasi dengan kaos oblong dan air laut, membuat garam sendiri, mencoba segala jenis binatang yang kami temui di pinggir pantai sebagai umpan memancing untuk makan siang, berjalan dari satu sumur ke sumur yang lain mencari air, mencoba setiap batang kayu dengan tembakau lokal karena kehabisan rokok, bernyanyi berteriak keras sepuasnya mengelilingi api unggun, atau menyanyi merdu “Dendang bersahut”-nya Cozy Street Corner sambil menatap sunrise…, saat subuh menenggak “New Port” atau miras lokal sampai setengah mabuk dan dilanjutkan dengan.... curhat!…:-)

***

Di Semau; kami merasa lepas, bebas. Saya menikmati setiap detik keberadaan saya disana. Menikmati setengah jam diterjang badai dan ombak dengan perahu dari Tenau ke pelabuhan tradisional Semau…, menikmati bertelepon malam-malam dengan orang-orang yang saya cintai – walau harus memanjat pohon bakau agar bisa dapat sinyal! - …, menikmati makian yang keluar karena umpan saya termakan habis oleh ikan…, memancing ditengah terik siang sampai (benar-benar) hitam legam…, menikmati bersampan sendirian.., menikmati setiap kebersamaan…, kesunyian dan keheningan pagi-subuh di Semau. Saya merasa tentram!