| hitaM Putih |

hanya beberapa catatan...

Sunday, November 02, 2008

Satu Nusa, Satu Bangsa,… Satu Bangsa Dari Hongkong!


Refleksi saya memperingati 80 Tahun Sumpah Pemuda, 28 Oktober 2008

***

Surat Terbuka
Yogyakarta, 16 Oktober 2008
Kepada kawan-kawanku Bangsa Indonesia

Kawan,
Senin, 13 Oktober 2008 kemarin, saya dan teman-teman Forum Yogyakarta untuk Keberagaman (YuK!) mengikuti acara `Dengar Pendapat dalam Rangka
Uji Publik RUU Pornografi'. Acara yang diadakan oleh Pansus RUU
Pornografi dari DPR berlangsung di Gedung Pracimosono, Kompleks Kantor
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. Ketua Pansus RUU Pornografi,
Balkan Kaplale, juga datang ke acara itu.
Sekitar enam puluh orang —pro (mayoritas) maupun kontra— hadir
sebagai peserta forum. Dalam sesi dengar pendapat pertama, enam
peserta dipilih untuk bicara. Acara sudah berlangsung sekitar 1 jam
saat seorang kawan dari Papua, Albert, ditunjuk moderator untuk
menyampaikan pendapat.
Albert datang mewakili 3000 mahasiswa Papua di Jogja, dan telah
meminta ijin pada dewan adat dan tokoh masyarakat Papua untuk mewakili
warga Papua dalam menyampaikan aspirasi. Di forum, ia mengusulkan agar
RUU Pornografi tidak disahkan. Sebab, RUUP tidak memberi ruang bagi
kaum minoritas, dan membuat Negara Indonesia seolah-olah hanya milik
sekelompok orang. Jika RUUP disahkan, lebih baik Papua melepaskan diri
saja, karena tidak diperlakukan adil.
Saat giliran Pansus bicara, Balkan Kaplale langsung menanggapi
pernyataan Albert. Balkan menyapa Albert dengan sebutan "Adinda" dan
berkata: "Jangan begitu dong ah..overdosis..tak usah ngapain keluar
dari NKRI. Timor-timur aja perdana menterinya kemaren mengadu ke
Komisi 10, nangis-nangis, rakyatnya miskin sekarang. Betul, belajarlah
ke Ambon, saya kebetulan dari Saparua loh. Kalau mendengar begini
tersinggung! Belajar baik-baik dari Jawa! (diucapkan dengan kencang
dan bernada bentakan)"
Balkan juga berkata "Belajarlah baik-baik! Kalau perlu kau ambil orang
Solo supaya perbaikan keturunan! (membentak)"
Sebagian besar peserta forum langsung tertawa mendengar kalimat itu.
Namun kemudian beberapa peserta lain dan para wartawan berteriak,
"Rasis! DPR Rasis!!"
Balkan: "Diam dulu nanti kita kasih kesempatan bicara, sampai malam
kita di sini! Diam dulu! Ini kan hak Ketua DPR juga dong, Ketua Pansus!"

***
"Belajar baik-baik dari Jawa! Kalau perlu kau ambil orang Solo supaya
perbaikan keturunan!"
Kawan,
Hati saya sakit sekali saat mendengar perkataan Balkan Sang Anggota
DPR sekaligus Ketua Pansus RUUP. Padahal kata-kata itu tidak ditujukan
pada saya. Saya bukan orang Papua. Saya tak bisa membayangkan,
bagaimana perasaan Albert dan kawan-kawan lain dari Papua mendengar
ungkapan Balkan yang bernada kasar dan isinya jelas menghina itu.
Betapa pedihnya!
Yang membuat hati saya lebih sakit lagi, sebagian besar peserta forum
yang mayoritas dari etnis Jawa, langsung tertawa saat mendengar ucapan
Balkan. Mengapa masih bisa tertawa saat ada saudara kita yang dihina?
Apa karena Balkan meninggikan etnis Jawa, lantas kita layak tertawa
bahagia?
Kita adalah saudara. Sabang sampai Merauke. Kita: orang Batak, Jawa,
Sunda, Betawi, Madura, Dayak, Bugis, Flores, Papua, dan lain-lain;
telah berikrar untuk bersatu dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kita setara. Tidak ada satu suku atau etnis pun yang tebih tinggi
derajatnya dari yang lain. Tidak ada pula yang lebih tidak beradab.
Sebagai kesatuan, mestinya kita bersedih jika saudara kita direndahkan
karena etnisnya berbeda dengan kita. Bukan tertawa. Mestinya rasa
empati dan solidaritas kita tumbuh. Mestinya kita menggugat hinaan
itu! Bukan malah ikut tertawa menghina. Saya kecewa, Kawan.
Perbedaan etnis, suku, budaya bukanlah perkara salah-benar. Tiap
kelompok harusnya menyadari bahwa sejak awal Indonesia memang beragam.
Merasa diri lebih tinggi derajatnya dari kelompok lain hanya akan
menimbulkan konflik. Yang merasa diri paling benar memaksakan
keyakinan kelompoknya pada orang lain. Yang merasa diri beradab
menghujat kelompok yang dianggap tidak beradab.
Kawan,
Menurut saya perbedaan adalah perkara bagaimana kita berbesar hati
untuk menerima dan menghargai orang atau kelompok yang tidak sama
dengan kita. Andai kita semua mau membuka hati terhadap perbedaan dan
memiliki toleransi, saya yakin tak seorang pun akan tertawa saat
mendengar ucapan Balkan tadi.
***
"Belajar baik-baik dari Jawa! Kalau perlu kau ambil orang Solo supaya
perbaikan keturunan!"---"DPR Rasis!"----"Diam dulu! Ini kan hak Ketua DPR juga dong, Ketua Pansus!"
Kawan-kawanku,
Saya heran sekali dengan kalimat terakhir itu. Apa yang Balkan maksud
dengan hak ketua DPR dan hak Ketua Pansus? Hak untuk menghina orang
lain? Saya rasa, tidak ada orang yang memiliki otoritas menghina orang
lain, sekalipun ia pejabat pemerintahan. Kata-kata Balkan terkesan
sangat otoriter, seolah-olah ia berhak melakukan apapun sebab ia
adalah anggota DPR.
Menurut Pansus RUU Pornografi dan pihak yang setuju terhadap
disahkannya RUUP, RUU ini tidak akan menimbulkan disintegrasi bangsa.
Alasan mereka, RUU ini tidak diskriminatif. RUUP mengakomodir
kepentingan seni dan budaya, adat istiadat, dan ritual tradisional.
Mari kita gugat pernyataan itu, kawan! Benarkah RUU ini mengakomodir
semua itu dan tidak diskriminatif? Pertanyaan ini sangat patut
dilayangkan dan dijadikan bahan pertimbangan, sebab ternyata Balkan
Kaplale, anggota DPR RI dan ketua Pansus yang menyusun RUUP adalah
seseorang yang Rasis!
Kawan,
Seseorang yang sudah tidak adil sejak dalam pikirannya tidak akan bisa
bertindak adil dalam perbuatannya. Perkataan Balkan Kaplale pada
Albert yang rasis dan menghina menunjukkan pikirannya yang tidak adil
terhadap saudara-saudara kita orang Papua. Maka saya berani berkata,
RUUP yang diketuai oleh orang rasis dan tidak adil itu tidak layak
disahkan!

Dengan cinta pada bangsa dan Negara Indonesia,

Maria Listuhayu.

* saya memiliki rekaman rapat dengar pendapat umum ini.
** tulisan ini akan dikirim ke media sebagai surat terbuka.